Kitab Mizanul Qubro secara luas menerangkan, bahwa dalam kesempurnaan yang terdapat dalam tubuh manusia Allah SWT memberikan kapasitas lebih. Seperti apakah kajiannya…?
Lewat pemaparan yang diambil dari kandungan Syahadat Majmal, dengan pendalaman arti yang terkandung di dalamnya, sesungguhnya asal usul manusia diciptakan dari sifat tanah yang dibentuk sangat sempurna oleh keagungan sifat AF’ALULLOH. Dari kesempurnaan inilah manusia juga diberi kelebihan berbagai macam pengetahuan dan ilmu yang sangat luas. Hal ini terjadi jauh sebelum Allah SWT menciptakan wujud bumi dan jagat raya umumnya, yang diciptakan lewat Nur Muhammad SAW. Jauh sebelumnya, Nur Muhammad SAW sudah diciptakan terlebih dahulu di Alamul Jannah Majazi atau Surga Majazi.Dengan ke-Esaan dan keagungan-Nya, Allah SWT menciptakan manusia dengan segudang kelebihan dan kesempurnaan bentuk yang memadai. Bahkan, jutaan tahun sebelum perintah sholat diwajibkan untuk seluruh umat di dunia, lewat wasilah yang disampaikan oleh utusan terakhir Muhammad SAW, Allah SWT sudah menerapkan arti sholat tersebut ke tubuh manusia di saat bentuk manusia baru diciptakan. Seperti saat menciptakan bentuk daging, Allah SWT menciptakannya dengan “asma takbiratul ikrom” yaitu Allohu Akbar. Demikian juga tatkala membuat bentuk napas Allah SWT menciptakannya dengan “asma ruku” yaitu Subhanarobbiyal ‘Adzimi Wabihamdih. Lalu di saat menciptakan bentuk tulang belulang Allah SWT, juga menciptakannya dengan “asma sujud” yaitu Subhanna robbiyal a’laa wabihamdih. Dan di saat menciptakan bentuk kulit Allah SWT menciptakannya dengan “asma lungguh” yakni Robbigfirli warhamni wajburni warfa’ni warzuqni wahdini wa ‘afini wa’fu ani.
Lewat sebuah kesempurnaan yang dimiliki oleh tubuh manusia, akhirnya Allah SWT memberikan tugas mulia kepada mahluk ciptaan-Nya ini yaitu dengan bersaksi mengucapkan dua kalimah syahadat, berpedoman pada kewajiban sholat, mengikhlaskan harta bendanya untuk tujuan mulia, mengisi badan lewat jalan berpuasa, dan mensucikan diri lewat kebersihan haji.
Dari struktur yang dapat diserap oleh tubuh manusia, Allah SWT juga menciptakan bentuk kekuatan yang menjadi prioritas sifat manusia itu sendiri, yaitu dengan berbagai macam bentuk ilmu.
Nah, dalam bentuk ilmu ini Allah SWT memberikannya suatu sifat Cahaya dan Api, yang ada dalam setiap tubuh manusia. Seperti halnya sifat Cahaya Allah SWT menempatkannya dalam bentuk keyakinan, kekuatan bathin, penghayatan ilmu bersifat Robbani dan Derajat menuju khusnul khotimah.
Sedangkan sifat Api sendiri ditempatkan dalam sifat manusia sebagai semangat hidup yang bermanfaat. Seperti semangat dalam mencari duniawiyah, ilmu yang menjadi landasan hidup, keras dalam disiplin, tegas dalam menegakkan prinsip, luwes dalam menata ilmu dan segala hal bersifat supranatural dan lain sebagainya.
Dalam pengasahan sifat Cahaya dan Api ini manusia pada akhirnya akan bisa membentuk wujud ilmu yang nyata, seperti: ilmu supranatural dan dhaukiyatul ma’arif. Tentunya dengan dibantu semangat yang tinggi, tekad membaja, keyakinan yang memadai dan menjauhkan dari kemalasan.
Kitab Mizanul Qubro secara luas menerangkan, bahwa dalam kesempurnaan yang terdapat dalam tubuh manusia Allah SWT memberikan kapasitas lebih, yaitu, dengan memberikan keluasan ilmu pada 6 tingkat yang diambil dari sifat alam, yakni: Gunung, Besi, Api, Air, Angin dan Hawa.
1. Gunung.
Mencerminkan bentuk yang kokoh dari tubuh manusia yang sangat kuat. Dari sifat gunung ini pula manusia dapat menampung segala ilmu dan bisa menahan segala badai, mara bahaya dan azab-azab kecil dari peringatan Allah SWT, serta bisa menjauhkan dari berbagai hal yang tidak diinginkan lewat doa-doa tulus dari hati yang selalu dibawanya sejak lahir hingga tutup usia.
Dari sifat ini juga manusia mulai ditugaskan oleh Allah SWT, untuk mengenal arti ilmu yang bersifat lahiriyah maupun bathiniyah. Terutama dalam keluasan akal dan penghayatan bathin menuju tahkikul ilmi atau wujud dari semua bentuk ilmu, sehingga dengan adanya bentuk tubuh ini apapun bisa diraihnya sebagai suatu keberhasilan hidup yang diinginkan.
Namun dalam kenyataannya, sifat Gunung yang terdapat dalam diri manusia ini belumlah sempurna, sebab sifat gunung sendiri kalah dengan sifat “Besi”.
2. Besi
Mencerminkan bentuk yang keras dari sifat manusia di dalam segala hal, sebab dalam hal pemaparan ilmu pengetahuan alam sendiri jelas ditegaskan, bahwa sifat Besi lebih keras dari sifat yang terdapat dari wujud perbatuan.
Lewat sifat Besi ini, manusia mulai dituntut untuk memegang peranan dalam kedisiplinan dan penataan hidup secara akurat, baik dalam memulai suatu karir atau pembelajaran masalah keilmuan.
Namun dalam pandangan ahli sufi, sifat Besi ini yang terdapat dalam diri manusia adalah perjalanan awal menuju apapun keinginan yang dimaksud untuk bisa tercapai, hanya saja dalam menginginkan sesuatu yang lebih, manusia tidak boleh berhenti hanya di sifat ini, melainkan harus terus menapaki ilmu yang lebih tinggi. Sebab sifat Besi masih kalah dengan sifat Api.
3. Api
Mencerminkan sifat berani yang terdapat dalam diri manusia. Maksud dari sifat Api di sini, adalah pembentukan dari 4 sifat asal yang terdapat dalam struktur watak manusia (nafsu hak, nafsu hayawaniyah, nafsu syaithoniyah, dan nafsu muthmainnah).
Dari keempat nafsu ini manusia dituntut untuk mengendalikan nafsu-nafsu tersebut menuju sifat yang positif. Seperti, membangun badan kita lewat semangat berdzikir, semangat dalam mencari ilmu, semangat dalam memohon dan semangat dalam menorehkan segala bidang, baik yang bersifat riil maupun bersifat bathiniyah.
Sebab asal usul sifat api yang diciptakan oleh, Allah SWT, sebagian besar diarahkan ke sifat semangat sebagai pembakaran diri menuju bentuk kesuksesan di kemudian hari.
Hanya saja dalam merilis kehidupan yang lebih mapan, setiap manusia dituntut untuk terus mencari apa yang menjadi keinginan selanjutnya yang lebih tinggi. Sebab dalam pandangan ahli sufi sendiri menilai sifat ini sebagai tingkat pemula dalam pengenalan ilmu Allah.SWT, menuju derajat yang lebih mulia. Sebab sifat Api masih bisa dikalahkan dengan sifat Air.
4. Air
Mencerminkan sifat kelembutan yang terdapat dalam diri manusia. Sifat ini menurut ahli sufi disebut dengan istilah Thoriqul Qolbi yang berarti “penataan hati”.
Bila seseorang telah mencapai sifat ini, niscaya apapun bentuk ilmu akan bisa diwujudkan secara nyata. Karena sifat Air bisa menyatu di manapun dia ditempatkan, baik di tanah, bebatuan, pohon, langit, dan lain-lainnya. Seperti halnya sifat ilmu yang terserap di tubuh manusia karena keluasan akal dan penghayatan bathin yang tinggi. Sifat Air ini akan mudah menyerap di berbagai bentuk ilmu yang diinginkan, sehingga tanpa sadar, lambat laun diri kita akan menjadi hamba Allah SWT, yang mempunyai banyak kelebihan, terutama dalam hal ilmu bathiniyah. Hanya saja sifat Air ini harus terus diasah hingga sampai menuju sifat ilmu yang lebih tinggi. Karena sifat Air di sini masih kalah dengan sifat yang terdapat dari wujud Angin.
5. Angin
Mencerminkan keluasan ilmu dalam diri manusia secara menyeluruh. Sebab Angin di sini disebut sebagai sifat raja dari semua sifat alam. Seperti halnya kekuasaan seorang raja diraja, sifat Angin ini bisa mengontrol dan mengatur segala sifat alam. Seperti, mampu merobohkan kekuatan gunung, menerbangkan sifat Bumi, membesarkan sifat Api dan menarik sifat Air yang menjadikannya lautan air bah.
Dalam hal sifat ilmu, Angin ini disebut juga dengan sifat ma’rifatillah, dimana sifat ma’rifatillah ini adalah wujud kesempurnaan dari bentuk pemahaman manusia dalam mengolah segala hal bidang ilmu bersifat Robbani yaitu, lewat sebuah pemahaman, kesolehan, kezuhudan, menjauhkan sifat duniawiyah dan hanya difokuskan dalam satu tujuan, yaitu, hanya mengenal kebesaran Allah SWT.
Namun dalam keluasan secara hakiki, sifat seperti ini belum dikatakan sempurna sekali sebab masih ada yang mengalahkannya, yaitu, sifat Hawa.
6. Hawa
Mencerminkan kebersihan hati yang terdapat dalam diri manusia, sifat ikhlas sendiri menurut para sufi disebut sebagai Kamil Baenassama Wal Ardh (kesempurnaan ilmu yang mampu menguasai antara langit dan bumi).
Dalam hal kesempuranan sifat ilmu, sifat Hawa di sini adalah penggabungan seluruh sifat alam yang sudah dikuasai secara lahir dan bathin, sehingga baik dari ucapan, tingkah laku maupun keinginan kita akan terkabul dengan sendirinya seiring kedekatan hati dengan sifatulloh, afalulloh, dzatulloh kian menyatu.
Dengan segala pembedaran sifat alam tadi, pada intinya adalah untuk mengajak manusia hidup, bahwasanya semua ini bisa tercapai, apabila manusia itu sendiri mau berkorban untuk semangat dalam menjalani hidup yang penuh dengan tingkatan demi tingkatan yang harus dilaluinya.
0 komentar:
Posting Komentar