Generasi Awal
Pada awalnya tenaga dalam hanya dipelajari secara terbatas di berbagai perguruan silat. Para pendekar silat yang tercatat sebagai guru bagi para pendiri perguruan silat tenaga dalam generasi berikutnya antara lain:- Abah Khoir, yang mendirikan Silat Cimande, Cianjur
- Bang Madi, dari Batavia
- Bang Kari, dari Batavia
- Bang Ma'ruf, dari Batavia
- Haji Qosim, dikenal juga dengan nama Syahbandar atau Subandari, dari kerajaan Pagar Ruyung
- Haji Odo, seorang kiai dari pesantren di Cikampek
Baik Madi, Kari dan Syahbandar dikenal sebagai pendekar silat (fisik) pada masanya. H. Qosim yang kemudian dikenal sebagai Syahbandar atau Mama’ Subadar karena tinggal dan disegani masyarakat desa Subadar di wilayah Cianjur. Sejarah kacau ini terus jadi pegangan bagi penggemar tenaga dalam, padahal dalam sejarah sesungguhnya di cianjur tak ada nama tempat SUBADAR, yang ada kampung SABANDAR. Dan gelar Mama Sabandar pada Mohammad Kosim bukanlah seorang HAJI. Sedangkan Madi dikenal sebagai penjual dan penjinak kuda binal yang diimpor asal Eropa.
Dalam dunia persilatan Madi dikenal pakar dalam mematah siku lawan dengan jurus gilesnya, sedangkan Kari dikenal sebagai pendekar asli Benteng Tangerang yang juga menguasai jurus-jurus kung fu dan ahli dalam teknik jatuhan.
Pada era Syahbandar, Kari dan Madi banyak pendekar dari berbagai aliran berkumpul di Batavia. Batavia seakan menjadi pusat barter ilmu bela diri dari berbagai aliran, mulai dari silat Padang, silat Betawi kombinasi kung fu ala Bang Kari, juga aliran Silat Cimande yang dibawa oleh Khoir.
Penyebaran ilmu tenaga dalam secara terbuka
Perkembangan sejarah tenaga dalam dan penyebarannya secara terbuka di pulau Jawa diwarnai oleh beberapa tokoh penting, yaitu- H. Muhammad Toha, mendirikan Sin Lam Ba di Jakarta, 1896
- S. Andadinata, mendirikan Margaluyu di daerah Rancaekek, Bandung, 1922
- Nampon, mendirikan Pencak Nampon Trirasa di Bandung, 1932.
- H. Abdul Rosyid, mendirikan Budi Suci di Bogor pada tahuan 1930-an
- Abah Syaki ( Haji Abdul Syukur ) pendiri Al-Hikmah, Banten
Pengembangan Al-Hikmah melalui jalur pesantren, sedangkan Budi Suci lebih bercorak Jawa - Islam. Pengembangan Budi Suci tidak terlepas dari jasa Qosim dan Zainal Abidin putra Sidik dan beberapa murid Sidik, di antara Bang Ali Semarang dan murid-muridnya di Sirahan, Cluwak, Pati.
sumber ; http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_tenaga_dalam
0 komentar:
Posting Komentar